Rabu, 24 Februari 2010

marah dan kehidupan di masa depan












hidup ini pasti ada unsur marah, dan marah itu TIDAK berarti putus hubungan, di hari depan kan situasi kondisi berbeda dan bisa berkomunikasi lagi. terutama dengan dasar nurani saling memperhatikan, saling mengharapkan kebajikan.
hal macam ini sering kita alami di dalam keluarga dengan ayah ibu atau saudara lainnya.

bila lagi bertengkar atau marah,
biasanya saling diam dan menjauh,
namun di lain waktu bisa salah satu
menghampiri dan menjalin komunikasi,
tentu harus meninggalkan gengsi dan harga diri demi hal lain yang lebih mulia.

di saat "perpisahan" bisa terjadi permenungan dan memahami pihak lain,
kenapa ya dia begitu ? maksud dia sebenarnya baik ya ?
aku ada salah juga ya, jadi dia merubah itu benar juga,
aku hanya kesal bila hasil kerjaku dirubah.

itu dengan keluarga, bagaimana dengan teman ?
ada kisah, dahulu saya selalu dinakali oleh seseorang tetapi ketika sekian puluh tahun ta jumpa, dan berjumpa dia, ya kami bisa saling sapa dan berbincang.

bagaimana dengan mantan pacar ?
setelah kita smakin dewasa dan meninggalkan gengsi dan memaklumi dan memaafkan ... kita bisa saling tegur sapa dan bersalaman.

jadi... marah atau tidak suka pada suatu waktu, tidak berarti bermusuhan atau
putus komunikasi seterusnya, tidak seperti itu. kecuali kita terus bangga dengan gengsi dan harga diri yang di tinggi tinggi kan. ada yang LEBIH MULIA daripada mempertahankan ketinggian gengsi dan harga diri.

ini hanya sebagian kecil kisah, bagaimana dengan rekan2 ?

Tidak ada komentar: