Minggu, 07 November 2010
Logical Fallacy
Kesalahan-kesalahan BERPIKIR dalam berlogika (Logical Fallacy)
oleh Daniel Suchamda
Saya seorang spiritualis (really??..hehe...not sure), yang mengatasi dan berkelana diluar batas-batas agama. Tetapi saya BUKAN Atheis. (Juga bukan Theis, Non-theis, Pantheis, Polytheis, Panentheis, Deist, Henotheis, Erotis, Kumis, Buncis, dsb. Semua label itu tidak terlalu penting, bukan?).
Tulisan ini awalnya saya buat 7th yg lalu, sewaktu masih dalam proses pencarian utk menuntaskan perjalanan spiritual saya. Fase ini kini saya sebut : Spiritual Atheism atau Atheisme Systematic (ref: Prof.Dr.Damardjati Supadjar, UGM). Dalam wacana spiritualitas Buddha atau Hindu, hal ini yg disebut Pramana (study of logic).(Di Indonesia ada wacana seperti ini yg disebut Suluk Bayanullah, karangan Raden Panji Kusumowicitro, cmiiw).
Saat ini, saya sudah tidak terlalu lagi memperhatikan issue ini. Saya share disini, karena saya tadi barusan membaca sebuah berita mengenaskan sekaligus memalukan tentang seorang MENTERI Republik Indonesia yg begitu amburadul logikanya (mengatakan Tsunami dan Gempa di Indonesia disebabkan oleh pornografi !). Walaupun artikel ini dulu sudah pernah disebarkan oleh teman2 di beberapa milis, tapi kini terpaksa saya angkat kembali jadi notes di FB ini, dengan tujuan barangkali dapat berguna sebagai pedoman bagi rekan-rekan , terutama generasi muda, yg sedang melakukan perjalanan / pencarian jatidiri spiritualnya.
Seperti kita ketahui, seorang spiritual harus bisa memisahkan mana yg FAKTA dan mana yg OPINI. Mana yg REAL dan mana yang ILUSI. Oleh karena itu, salah satu kelengkapan kita sebagai manusia adalah BUDHI (akal budi, intelegensia). Dengan akal budi ini, kita akan berusaha untuk mencari sebuah "kebenaran", setidaknya kebenaran dalam tataran forma sehari-hari yg bisa diterima oleh semua pihak. Walaupun pada akhirnya, kita akan menemukan bahwa logika sendiri adalah suatu fungsi dari mekanisme batin itu yg harus dilampaui.
AKAN TETAPI, untuk melampaui tataran pikiran atau dengan kata lain untuk mencapai kesunyataan (Absolute Truth), kita tidak boleh mengingkari kebenaran yg relatif (Relative Truth). Bila meditasi kita sudah mencapai tataran yg Absolut maka kita akan melihat bahwa yg Relatif dan yg Absolut itu merupakan suatu kesatuan sinergis tentang Yang ADA.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa pencarian spiritual, sudah selayaknya memahami cara berpikir yg benar. Memahami cara menyimpulkan sesuatu secara benar. Memahami bagaimana hubungan2 (relasi2) antara satu masalah dengan masalah lainnya secara logis. Dengan cara demikian, barulah kita akan memahami bagaimana cara pikiran / batin kita bekerja. Dan itu hal yg sangat penting untuk dapat KELUAR DARI ILUSI KEHIDUPAN !
Saya tidak ingin menjadikan anda orang yg kering, skeptic dan arid terhadap luasnya kemungkinan dalam kehidupan ini. Tapi proses pencarian ini harus dimulai dari dasar-dasar ini. Agar suatu saat nanti bisa menemukan hakikat kehidupan yg SEJATI. Manakala yg sejati itu hadir, maka logika AKAN TERLAMPAUI. Dilampaui, tapi bukan menyalahi kaidah logika.
Harus ada keseimbangan dan relasional yg saling mendukung antara kepercayaan (belief) yang sehat dan logika. Untuk itu memang diperlukan proses dialektika dalam penghayatan keberagamaan maupun dalam kehidupan sekuler sehari-hari kita.
-------------------------
Ad hominem:
menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seorang arguer tidak dapat mempertahankan posisinya dengan evidence/ fakta / reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.
a. Ad Hominem Abusive: menggunakan kata-kata yg menyerang langsung penulis alih-alih membantah argumennya.
Contoh :
Abu : Kekacauan dalam organisasi disebabkan salah satunya oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada.
Badu : Ah, itu kan pendapat anda yang sombong dan mau turut campur saja urusan orang lain.
Penjelasan:
Si Badu sama sekali tidak memberikan argumentasi lawan ataupun menunjukkan kesalahan dari argumentasi si Abu, melainkan menyerang pribadi si Abu dengan mengatakan sebagai ’sombong’ dan ’mau tahu urusan orang’. Apabila sikap si Badu seperti itu, maka apa gunanya dilakukan suatu diskusi ltuk menyerang si penulis.
Contoh :gi? Suatu diskusi adalah untuk membahas suatu masalah/ issue guna mendapatkan berbagai macam sudut pandang dan pemecahannya.
b. Ad Hominem Circumstansial: menggunakan hal-hal di sekitar si penulis dalam hubungan yg tidak relevan, unA
Abu : Kenaikan harga BBM memang sangat diperlukan pemerintah untuk mengatasi kesenjangan defisit neraca pembayarannya.
Badu : Ah, kamu kan memang sudah kaya raya, jelas saja tidak merasakan penderitaan rakyat.
Penjelasan:Jawaban si Badu mengenai apakah Abu itu kaya atau tidak, tidak ada hubungannya dengan argumentasi yg dikemukakan Abu. Hanya karena si Abu kaya, tidak menjadikan argumentasinya tidak valid.
Kedua, disini terdapat gejala Logical Fraud kedua yaitu: Mind Reading (membaca pikiran) : bagaimana si Badu tahu isi hati si Abu bahwa ia dikatakan tidak merasakan penderitaan rakyat?
c. Ad Hominem Tu Quo Que: mengatakan bahwa si penulis tidak berhak menyatakan hal tersebut karena ia tidak melakukan apa yang dikatakannya.
Contoh :
Abu : Dalam kondisi tekanan ekonomi seperti sekarang ini maka sebaiknya kita menghemat pemakaian energi dan mencegah pemborosan2 yang tak perlu.
Badu : Ah, mobil anda saja land rover yang terkenal boros bensin, anda tidak pantas untuk menganjurkan penghematan.
Penjelasan:Bagaimana tingkah laku si Abu dalam kenyataannya tidak memiliki relevansi untuk menjelaskan kevalidan argumennya. Disamping itu, kita tidak tahu sama sekali tentang pertimbangan2 apa yang terdapat dalam benak si Abu untuk menggunakan mobil Land Rover.
2. Appeal to ignorance (Argumentum ex silentio)
Menganggap suatu ketidaktahuan sebagai fakta atas sesuatu.
Contoh:
· Kita tidak memiliki bukti bahwa Tuhan tidak ada, maka dia ada.
· Tidak ada orang yang pernah mengkritik kami selama ini, jadi segala sesuatunya pasti baik-baik saja.
Penjelasan:
Ketidaktahuan akan sesuatu hal tidak serta merta mengatakan bahwa sesuatu itu ada ataupun tiada.
Tiadanya orang yang mengkritik selama ini bisa saja disebabkan oleh sebab2 lain (misal: sungkan, takut, mengisolasi diri, dsb) yang sama sekali tidak serta merta berarti bahwa segala sesuatu berjalan dengan baik-baik saja.
Peryataan / statement seperti itu jelas menyalahi kaidah2 logic, sehingga tidak perlu dipertimbangkan sebagai sesuatu hal yg bermanfaat, karena apabila diteruskan hanyalah mengarah pada debat kusir.
3. Appeal to faith
Menjelaskan segala sesuatu atas dasar iman belaka. Iman itu per definisi artinya sesuatu yg tidak dapat dibuktikan. Jadi untuk membuktikan sesuatu, tentu harus keluar terlebih dari itu agar menjadi obyektif (terverifikasi). Iman itu sendirilah yg kita ingin uji hal-ihwalnya.
Contoh :
· Bila anda tidak memiliki iman, maka anda tidak akan mengerti.
Penjelasan:
Bila seorang pendebat berdasarkan pada iman sebagai dasar dari argumennya, maka tiada lagi yang dapat dibicarakan dalam diskusi. Itu namanya bukan diskusi, tapi pemaksaan kepercayaan. Iman, dalam definisinya adalah suatu kepercayaan yang tidak berdasar pada logika, evidence maupun fakta. Iman berdasarkan pada pikiran yang irasional, dan dapat menimbulkan kekeraskepalaan (bebal, fanatik) bila tidak dipahami secara proporsional.
4. Argument from authority (Argumentum ad verecundiam)
Menggunakan kata-kata “para ahli” atau membawa-bawa otoritas sebagai dasar dari argumen instead of menggunakan logic dan fakta untuk mendukung argumen itu.
Contoh :
· Profesor X, Doktor Y dari Pusat Riset ABC mengatakan berdasarkan penelitian ilmiah bahwa manusia di bumi itu titisan mahluk luar angkasa. (Padahal, peneliti atau institusi ilmiah itu tidak pernah ada / bohongan / hoax).
Jangan mengkonsumsi taoge, karena ada penelitian oleh prof.George di University of Oklahoma bahwa kandungan psycholycibin di taoge menyebabkan kanker rahim. (George itu nama umum dari ribuan orang amerika, universitasnya ada? psycholycibin itu apa? Anda tertipu oleh HOAX yg saya bikin barusan secara asal-asalan).
· Di Amerika pernah ada penelitian bahwa ketika orang yang meninggal ditimbang secara teliti, maka bobotnya berkurang sedikit. Ini membuktikan adanya roh yang meninggalkan tubuhnya.
Sesuatu tidak lantas menjadi benar hanya karena suatu otoritas mengatakan sesuatu hal. Bila pendebat memberikan testimoni dari seorang ahli, lihat apakah dilengkapi dengan alasan yang logis dan masuk akal, serta hati-hati terhadap keotentikan sumber dan evidence di belakangnya. Seringkali suatu penelitian dibuat seakan-akan canggih dan kredible tetapi setelah dicek ke komunitas profesinya ternyata tidak mendapatkan pengakuan ataupun ditolak mentah2 sebagai pseudo-science. Bahkan ada nama-nama ahli atau pusat riset tertentu yang fiktif belaka.
Perhatikan juga karena seringkali, yang bersangkutan mengutip penelitian tersebut secara sepotong-sepotong (tidak lengkap) dan out of context.
5. Argument from adverse consequences
Menggunakan argumen dengan cara menakut-nakuti dengan menampilkan konsekwensi yg menakutkan, atau dengan ancaman apabila tidak menyetujui ybs. Konsekwensi itu sendirilah yang seharusnya diteliti untuk dibuktikan dengan kaidan logika, bukan dengan cara memanipulasi perasaan pendengarnya.
Contoh :
· Bencana terjadi karena Dewa / Tuhan menghukum orang yang tidak percaya; oleh karena itu kita harus percaya kepada Dewa / Tuhan.
· Semua orang takut meninggalkan agama Morkok. Maka Morkok Maha Benar. (padahal orang2 takut krn kalau keluar akan dibunuh).
Hanya karena suatu bencana terjadi, tidak mengatakan sesuatu mengenai eksitensi maupun non-eksistensi dari sesuatu.
Ataupun tidak menyatakan suatu keharusan untuk mempercayai sesuatu.
6. Menakut-nakuti (Argumentum ad Baculum)
Argumen yang didasarkan pada tekanan atau rasa takut.
Contoh:
· Bila anda tidak percaya kepada Tuhan, maka akan masuk neraka dan disiksa secara mengerikan sekali selama-lamanya.
· Apabila anda tidak mengakui bahwa pendapat saya adalah benar, maka anda adalah seorang pengkhianat.
Penjelasan:
Dengan menakut-nakuti, menekan ataupun mengancam, justru menunjukkan betapa lemahnya argumen mereka tanpa bisa memberikan evidence ataupun support atas argumentasinya itu. Biasanya hal ini dilakukan apabila ybs sudah merasa kepepet dan tidak tahu lagi apa yang harus diargumentasikan utk mempengaruhi si lawan bicaranya.
7. Argumentum ad ignorantiam
Suatu argumen yang mempelesetkan ketidaktahuan seseorang sebagai pendukung atas kebenaran argumennya.
Contoh:
· Pernyataan kami pasti betul karena tidak ada yang pernah membuktikan salah.
· Anda tidak bisa membuktikan hal yg sebenarnya tentang perguruan kami, maka semua yang anda katakan itu pasti salah sedangkan pendapat saya pasti benar (karena kami orang dalam).
8. Argumentum ad populum
Argumen yang digunakan untuk mendapatkan popularitas dengan menggunakan issue-issue yang sentimental daripada menggunakan fakta atau alasan.
Contoh:
· Sudah selayaknya anda membeli produk kami. Bukankah kami sudah memberikan perhatian yg sangat baik kepada anda selama ini?
· Mengapa anda terus menerus membantah argumen kami? Lihatlah kita ini senasib-sepenangunggan dalam derita yg dilakukan oleh para majikan.
9. Bandwagon fallacy
Menyimpulkan suatu idea adalah benar hanya karena banyak orang mempercayainya demikian
Contoh:
· Sebagian besar orang percaya pada Tuhan, maka Ia pasti ada.
· Kristen adalah agama mayoritas di dunia, jadi Kristen pasti benar.
Hanya karena sekian banyak orang mempercayai sesuatu tidaklah membuktikan atau menyatakan fakta mengenai sesuatu. Contohnya adalah ketika Galileo mengatakan bahwa bumi bulat, maka ia ditentang oleh mayoritas orang dijamannya. Mayoritas mengatakan bumi datar tidak serta merta membuktikan kebenarannya.
10. Begging the question (mengantisipasi jawaban)
Kita sudah tahu bahwa orang akan menjawabnya dengan apa. Lalu kita gunakan hal itu sebagai bukti pengesahan. Ini bukan argumentasi, tetapi pemaksaan.
Contoh :
· Bukankah kita memiliki tanggung jawab kepada generasi muda kita untuk menyembah kepada Tuhan untuk meningkatkan moralitasnya?
Si pendengar kalau tidak kritis, akan terkelabui bahwa memang benar bahwa kita perlu bertanggung jawab agar generasi muda meningkat moralnya. Anda digiring tanpa sadar karena rasa tanggung-jawab anda kepada generasi muda pasti mengiyakan. Akan tetapi urusan itu bukan semata-mata disebabkan oleh / berkaitan dengan urusan penyembahan Tuhan. Ada faktor-faktor lain yg harusnya kita kaji. Misalnya :
apakah agama atau pemujaan benar-benar menyebabkan pertumbuhan moral? Ataukah karena sebab yang lain??? (misalnya: pendidikan moral, lingkungan pendukung, sistem manajemennya, dsb).
11. Circular Reasoning
Logika yang berputar. Mbulet.
Contoh:
· Tuhan itu ada karena alkitab menyatakan demikian; Alkitab diwahyukan oleh Tuhan.
· Isi buku ini adalah benar, karena buku ini mengatakan demikian.
Percaya Tuhan ada karena dikatakan demikian dalam Alkitab. Dan Alkitab ada krn merupakan tulisan Tuhan. Ini jelas suatu logika yang mbulet : A membuktikan B, B membuktikan A. Jelas tidak valid. Premis A & B sama-sama tidak terbuktikan , maka premis A harus dibuktikan secara independent terhadap premis B.
12. Confusion of correlation and causation
Mengacaukan hubungan antara sebab dan akibat.
Ada suatu fenomena yg terjadi (fakta)i, tapi hubungan sebab-akibatnya bukan seperti yang dikatakan.
Contoh :
· Mayoritas dari orang sukses di dunia adalah beragama agama X, maka masuklah agama X…anda pasti sukses.
Padahal mungkin orang-orang golongan tertentu yang berkumpul dalam suatu masyarakat tempat ibadah X tertentu itulah yang menyebabkan mereka terlihat ‘sukses’. Ada pepatah mengatakan "beras kumpul dengan beras, jagung kumpul dengan jagung". Jadi memang sifat alamiah manusia utk berkumpul dengan segolongan atau sejenisnya. Sama sekali bukan disebabkan karena ikut agama X kemudian serta merta menjadi sukses. Bila iya pun, pasti ada sebab-sebab lain yg mendukung (misal : hubungan relasi, support teknis, dukungan moral, customer base, dsb).
· Anak yang menonton acara kekerasan di TV cenderung untuk menjadi ganas ketika ia dewasa.
Apakah program di TV itu menyebabkan kekerasan, ataukah anak-anak yang berbakat ganas cenderung menonton acara kekerasan di TV?
13. Half truths
Suatu pernyataan yang biasanya ditujukan untuk menipu seseorang dengan menyembunyikan sebagian fakta / kebenaran.
Contoh:
· Orang-orang agama X itu pasti bahagia dan diberkahi Tuhan.
Sengaja tidak mencantumkan data tentang umatnya yang miskin, penyakitan, broken home, dsb.
14. Communal reinforcement
Suatu proses dimana suatu klaim menjadi suatu kepercayaan kuat melalui suatu pernyataan yang diulang-ulang oleh suatu anggota komunitas. Proses ini independent terhadap kebenaran klaim tersebut dan tidak didukung oleh data empiris yang signifikan untuk menggaransi bahwa kepercayaan itu didukung oleh alasan yang reasonable.
· Rinso adalah sabun cuci terhebat. (semata-mata hanya karena banyak orang yg meneriakkan hal yg sama)
Kebohongan yang diulang2 terus dalam jangka waktu yg lama, akan menjadi seperti sebuah fakta. Hanya melalui penyelidikan dan analisis yang seksamalah kita bisa menilainya.
15. Non-sequitur (nggak nyambung)
Suatu kesimpulan yang diambil tidak didasarkan pada suatu premis ataupun evidence/ fakta.
· Sekarang ini banyak muncul nabi-nabi palsu. Kesimpulan: membuktikan bahwa sekarang adalah akhir jaman.
Terjadinya gempa dan tsunami ini disebabkan karena Miyabi datang ke Indonesia.
Padahal munculnya tokoh-tokoh agama itu disebabkan oleh sebab yang lain yang bukan karena akhir jaman.
Disamping itu, pelabelan tokoh-tokoh agama sebagai 'nabi-nabi palsu' adalah penjangkaran (anchoring) yang manipulatif sekedar utk melegitimasi asumsinya tanpa satu dasar-dasar penilaian yang obyektif.
16. Post Hoc, ergo propter hoc (itu terjadi sebelumnya, maka itu disebabkan olehnya)
Semacam non-sequitur, tetapi berdasarkan waktu.
· Lihat, ia menjadi sakit setelah pergi ke makam maka makam adalah tempat iblis;
Padahal sakitnya / sembuh sakitnya tidak disebabkan oleh sesuatu yang ada hubungannya dengan kepergiannya ke makam ataupun doa. Bisa saja penyakitnya disebabkan oleh infeksi bakteri / virus di tempat lain atau terjadi jauh2 hari sebelumya dimana membutuhkan masa inkubasi tertentu utk kemunculannya. Hanya kebetulanlah penyakit itu muncul pada hari yg sama.
Demikian juga kesembuhannya, bisa disebabkan oleh faktor-faktor alamiah ataupun gejala periodikal dari muncul-lenyapnya suatu penyakit kronis. Disamping itu seringkali yang terjadi adalah ybs juga pergi ke dokter dan meminum obat. Obat itulah yg menyebabkan kesembuhannya, meskipun seringkali fakta ini diabaikan sekedar utk memuaskan sentimental keagamaannya.
Si Abu sembuh dari penyakitnya setelah roh jahat diusir oleh pendeta kami. Ini Fakta ! Silakan tanyakan kepada ybs, ini nomer teleponnya : 081 xxxx xxxx.
Si Abu memang ada, dan memang benar nomor teleponnya itu. Si Abu memang sembuh dari penyakitnya, dan itu FAKTA. Anda bisa menelepon ybs dan menanyakan kebenaran cerita tersebut. Dan si Abu membenarkannya. Tentu, karena ia memang sembuh beberapa hari kemudian dari penyakitnya setelah di datangi oleh pendeta. Tapi yang BUKAN FAKTA adalah roh jahat dan pengusiran itu. Itu adalah OPINI, atau BELIEF semata. Penyebab sembuh penyakit si Abu bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan opini itu. Oleh karena itu, opini tersebut harus ditolak sebagai sebuah kebenaran yg final. Anda boleh menerimanya sebagai suatu evidence untuk dipercayai, tapi tidak memutlakkan hal itu. Penyelidikan harus berjalan terus.
17. Red Herring
Sering terjadi….sang pendebat buru-buru mengalihkan perhatian / subyek pembicaraan.
Contoh :
A : Orang yg percaya tidak akan mati walau minum racun.
B : Mari kita buktikan, kebetulan saya membawa racun. Silakan diminum.
A : wah, itu namanya mencobai Tuhan.
Permasalahannya adalah si B ingin membuktikan kebenaran pernyataan awal si A. Tetapi si A mengalihkan pembicaraan ke arah yg lain yaitu masalah mencobai. Jelas bahwa si A yg membuka awal pernyataan dirinya sendiri, seharusnya ia bertanggung-jawab atas pernyataannya.
18. Statistic of small number
Satu kasus digunakan untuk menjudge keseluruhan. Hanya karena suatu kejadian, tidak dapat mewakili kemungkinan keseluruhannya.
· Lihat setelah ia menjadi pelukis si Abu hidupnya menderita, berarti semua pelukis itu menderita.
19. Straw man (manusia jerami)
Membuat suatu skenario yang salah (image yang menyesatkan) kemudian menyerangnya. Ini sangat sering digunakan dalam keseharian kita. Bahasa awamnya adalah FITNAH.
Contohnya:
Budhisme itu agama pesimis, coba bayangkan bukankah hidup kita harus optimis?.
Padahal agama Buddha bukan berparadigma pesimistis maupun optimistis tetapi mencoba untuk melihat suatu permasalahan secara realistis.
Amerika itu adalah negeri Dajjal, maka marilah kita memeranginya.
Orang yg percaya karma itu tidak akan menolong temannya yang tenggelam, karena itu adalah karma dia.
Ini merupakan statement yg diungkapkan di sebuah mimbar agama tertentu. Jelas-jelas ini merupakan suatu penghasutan yang tidak benar tentang konsep karma.
20. Dua salah menjadi benar
Dalam suatu penalaran logis, suatu premis salah tidak semata-mata menjustifikasi suatu premis salah lain menjadi benar.
Contoh :
· Premis A :Di negara ini hukum tidak ditegakkan secara baik. (salah)
Premis B : Banyak sekali koruptor yang dibiarkan bebas. (salah)
Oleh karena itu, sah-sah saja bagi saya untuk melakukan korupsi karena memang negara tidak menegakkan hukum. Salah pemerintah sendiri kenapa tidak menggunakan perangkat hukum untuk menangkap saya.
Selanjutnya Anda berkata,"Jadi, karena pemerintah salah, maka bila saya salah, maka saya jadi benar". ==> Bila anda berpandangan seperti ini, jelas-jelas bahwa anda adalah orang yg sedang tersesat dalam logika. Kesesatan logika seperti inilah yang menyebabkan anda merosot moralnya. Contoh lain :
Sepasang suami istri sedang cekcok. Suami / istri berargumen, "Ya sah-sah saja donk gw bohong, abis lo juga bohong". ===> Akhirnya hubungan suami istri semakin renggang, karena kedua belah pihak tidak punya integritas, yg disebabkan karena cara berpikir yg salah.
· Orang X merusaki rumah ibadah kami adalah agama sesat, maka oleh karena itu saya berhak untuk menghujat mereka dengan cara apapun.
Menilai suatu agama melalui generalisasi dari hanya beberapa oknum yang berkelakuan negatif jelas bukan merupakan suatu tindakan yang bijaksana. Perlu dicari kompleksitas permasalahannya terlebih dahulu. Selanjutnya, tindakan konversi yang juga bukan merupakan tindakan yang etis tentu tidak layak untuk digunakan sebagai alasan pembenarannya.
21. Projection to Ego
Seringkali dalam perdebatan, seseorang tidak dapat memisahkan antara pertukaran argumen dengan penyerangan pribadi. Dalam hal ini yg dipertukarkan adalah arguman (jadi bukan ad hominem), tetapi ybs merasa diserang egonya. Ini lebih disebabkan bukan saja karena logika yg keliru, tetapi lebih ke arah kebodohan (ignorance) sifat batin yg selalu mengidentifikasikan sesuatu dengan si diri (ego).
Contoh :
A : Rinso mencuci paling bersih. Tiada yang lebih hebat daripada Rinso.
B : Apakah alasannya? Apakah pernah diteliti atau diperbandingkan?
A : (marah)
Jelas bahwa si A meyakini hal tersebut semata-mata karena kesalahan logika Communal Reinforecement (No.14). Jelas bahwa ia tidak pernah menyaksikan sendiri kehebatan Rinso itu. Jadi perkataannya itu hanya membebek tanpa memahami sama sekali apa yg dikatakannya. Tetapi si A sudah sedemikian fanatik dengan Rinso dan merasa itu kebenaran mutlak. Oleh karena itu, manakala ditanyakan alasan rasionalnya, si A merasa terserang egonya dan marah.
Seharusnya, seseorang bertukar pendapat , saling menanyakan untuk menggali dan menyelidiki itu adalah suatu kewajaran yg sama sekali tidak perlu dianggap sesuatu yang personal. Apalagi cuman sabun cuci.
22. Nirvana Fallacy
Menganggap bahwa ketidaksempurnaan atau suatu kesalahan itu wajar sehingga diloloskan dari konsekwensi moral atau pun hukum.
Contoh :
Wajar saja, pejabat pun masih manusia. (Dengan mengatakan begitu diharapkan dimaafkan atau lolos dari konsekwensi).
Dalam sebuah kasus kecelakaan transportasi umum : Mohon bisa dimaklumi bahwa prosedur operasional yg diberikan kurang tepat [padahal : tidak tepat, eufisme] , karena memang apa yg dijelaskan dengan kata-kata tidak pernah bisa sempurna. (Jadi mohon dimaklumi. Padahal karena keteledoran itu, makan korban jiwa.)
23. Package-deal Fallacy
Suatu asumsi-asumsi bahwa sesuatu perlu dikelompokkan sedemikian karena secara tradisional atau budaya memang demikian halnya. Padahal belum tentu, karena sesuatu itu selalu mengalami perubahan atau pemaknaan yang berbeda.
Contoh :
Orang Amerika kristen sayap kanan : Amerika merupakan negara dengan mayoritas penduduk Kristen, jadi wajar saja bila kami menuntut negara memakai sistem hukum Kristen. (Padahal secara demografis, terjadi perubahan besar komposisi penduduk Amerika, dan munculnya beragam macam ideologis yg tidak cocok lagi untuk dikelompokkan secara tradisional).
Pencari kerja di perusahaan mencari karyawan berdasarkan kolom agama di KTP pelamar. Kalo KTP-nya X pasti diterima, kalau Y dibatasi jumlahnya. Ia berpikir bahwa golongan tertentu lebih baik / lebih cocok / lebih mampu. Ini adalah suatu bentuk diskriminasi juga yg sudah seharusnya tidak mendapat tempat lagi di jaman seperti sekarang. Mencari karyawan yg tepat harus dipertimbangkan berdasarkan Skill (kemampuan) dan faktor2 terukur lainnya, daripada faktor2 primordialnya (ras, agama, gender, dsb) ataupun favoritisme (rasa sentimen, like & dislike).
24. Seniority Fallacy
Beranggapan bahwa yang senior atau lebih lama bekerja/ bergabung pasti lebih efisien, lebih ahli atau cakap dalam segala sesuatunya. Mungkin saja ybs cakap dalam satu atau beberapa hal, tetapi tidak mungkin paling cakap dalam semua hal.
Disamping itu, masuknya fresh-blood (orang-orang baru) seringkali bisa menambah wawasan ataupun skill-competency yang lain sama sekali yg seringkali justru relevan dengan situasi terkini.
Tentu saja bukan maksud saya mengatakan bahwa yg yunior pasti lebih efisien, ahli , atau cakap. Semua itu perlu observasi , penilaian dan pertimbangan yang rasional. Fallacy ini terjadi karena ybs semata-mata (melulu) memandang senioritas adalah segala-galanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar